UU MD3, untuk siapa?

UU MD3, untuk siapa? By Mr.A

Saya tidak akan membahas secara mendetail tentang tiap butir yang ada pada UU MD3 dan saya juga tidak akan menyoroti semua butir yang terkandung di dalamnya. Saya hanya akan sedikit berbicara secara umum tentang UU MD3. Saya mengajak kalian semua untuk bermain logika mengenai UU MD3 yang sangat kontroversial ini.

Beberapa pekan yang lalu publik dihebohkan dengan revisi UU MD3 yang diundangkan oleh DPR. Tanpa ada angin, badai maupun bau bangkai. Tiba-tiba saja UU MD3 berhasil menyita perhatian publik. UU MD3 yang intinya akan menjerat siapapun yang mengkritik bahkan menghina wakil rakyat dan polisi wajib mematuhi DPR untuk menjemput paksa terduga tersebut, dan bisa menyandera terduga atas perintah DPR dan hal itu wajib dilaksanakan oleh pihak kepolisian.

Selama yang saya tahu dan selama yang saya cermati semenjak tahun 2015, tidak ada sebuah hinaan atau celaan yang dilancarkan kepada wakil rakyat. Yang ada hanya berupa sarkasme, meme dan kalimat yang wajar [tidak mengandung hatespeech]. Apakah kalian pernah menemui sebuah poster atau sesuatu yang menyela wakil rakyat kita? Tidak ada! Yang ada hanya sebuah pernyataan kekecewaan atas sikap para wakil rakyat di senayan.

RUU MD3 ada sejak tahun 2014 dan tidak ada alasan menjadikan pasal penghinaan kepada Presiden sebagai bahan pembanding karena pasal penghinaan kepada Presiden setahu saya baru dibicarakan beberapa bulan terakhir. Namun di sinilah letak anehnya UU MD3 yang diundangkan. Mari kita bermain logika.

Siapapun tidak boleh mengkritik atau menghina anggota DPR. Sedangkan Bapak Fadli Zon, Bapak Fahri Hamzah sangat sering berkicau melalui media sosial yang intinya “nyinyir” kepada pemerintahan Joko Widodo. Pola pikir macam apa ini? Kami tidak boleh “nyinyir” sedangkan mereka [anggota DPR] bisa dengan bebas “nyinyir” ke pemerintah. Apakah ini adil? Apakah ini sesuai dengan tugas dan fungsi dari Dewan Perwakilan Rakyat? Yang ada malah saya tertawa terbahak-bahak melihat fakta konyol yang terjadi di Indonesia.

Haruskan kita melakukan revolusi agar mereka sadar betapa kacaunya Indonesia saat ini? Haruskah rakyat dan mahasiswa kembali menduduki gedung DPR? Rasanya bangsa ini sudah dewasa dalam menyikapi persoalan yang ada. Namun ternyata semakin dewasa bangsa ini, semakin mengalami kemunduran pola pikirnya. Mereka yang duduk di kursi pemerintahan tidak menghasilkan kerja yang benar-benar pro kepada rakyat. Mereka hanya berjuang untuk golongan mereka, untuk kolega mereka dan untuk diri mereka sendiri.

Para golongan fasisme semakin menunjukan eksistensi mereka, belum lagi dengan golongan fundamentalis yang mengancam kedaulatan dan stabilitas negara. Dan faktanya antara fasisme maupun fundamentalisme, mereka membentuk sebuah kekuatan untuk menggoyang pemerintahan.

Kenapa DPR hanya berkutat pada UU MD3 dan membahas segala hal yang tidak penting. Kenapa DPR tidak mengesahkan Undang-Undang yang intinya melarang atau setidaknya membatasi gerak fasisme dan fundamentalisme. Sejak dulu fasisme berhasil menguasi jerman yang berakibat pada pemberantasan ras yahudi. Sejak dulu fundamentalisme telah mengancam Indonesia dengan adanya NII DI/TII. Rasanya para anggota dewan rata-rata mengenyam pendidikan yang tinggi dan mempunyai tingkat intelektual yang memadai untuk menghadapi persoalan yang sedang terjadi.

Faktanya saat ini kubu oposisi dan kubu pro pemerintah sedang terjadi tarik ulur seperti anak kecil yang sedang rebutan permen. Tidak bisakah mereka bersinergi memperjuangkan hak rakyat miskin, mengusir para kapitalis, mengusir para perampok tanah, membasmi oknum birokrat nakal dan hal yang bermanfaat lainnya daripada harus saling adu ego untuk golongan masing-masing.

Kembali pada judul di atas “untuk siapakah UU MD3?”. Untuk rakyat, atau untuk golongan tertentu atau untuk persiapan kebangkitan orde baru. Jika iya, revolusi saja! Bila perlu bubarkan saja negara ini daripada harus berlutut di hadapan para penindas!

Berlebihan-isme

Berlebihan-isme. By Mr.A

Rasanya sudah sering sekali saya menulis tentang “logika”, terutama tentang kekrisisan logika yang menjerat sebagian besar masyarakat Indonesia. Kalau tidak salah ingat, dahulu saya pernah menyinggung tentang “krisis moral” yang menjerat anggota dewan yang terhormat. Yaitu tentang sikapnya yang tidak bisa menjaga wibawanya sebagai wakil rakyat. Kalau tidak salah tentang undangan pernikahan anak Presiden Jokowi. Lalu saya juga menyoroti perilaku putrinya yang memakai busana minim alias tidak pantas atau tidak sesuai dengan adat ketimuran yang kadung melekat kepada Indonesia.

Kali ini saya akan kembali menyoroti perilaku anggota dewan kita yaitu Bapak Fadli Zon yang berujar “lucu” [menurut saya]. Beliau berujar bahwa pemerintah kita harus memanggil pihak instagram karena telah mem-banned akun instagram milik Ustadz Abdul Somad. Well, inilah alasan saya mengambil judul di atas. Ustadz Abdul Somad memang WNI dan negara wajib melindungi WNI dari ancaman pihak luar. Namun yang terjadi “segenting” apakah sehingga pemerintah harus memanggil pihak instagram? Apakah nyawa Ustadz Abdul Somad sedang terancam atau ada pihak tertentu yang ingin berbuat tidak senonoh kepada Ustadz Abdul Somad.

Negara ini sedang tidak dalam keadaan genting, Ustadz Abdul Somad juga baik-baik saja tanpa lecet sedikitpun. Kecuali jika Ustadz Abdul Somad nyawanya diancam oleh pihak instagram, barulah Bapak Fadli Zon boleh panik dan menuntut pemerintah untuk segera memanggil pihak instagram. Namun pada faktanya yang bersangkutan baik-baik saja dan masih bisa melakukan aktivitas dakwahnya. Sikap yang seperti inilah yang harus dihilangkan dari semua manusia. Rasanya saya sudah muak melihat anak-anak, remaja bahkan orang tua sekalipun yang membuat postingan tentang ke-lebay-an mereka. Haruskan sikap itu juga diadopsi oleh wakil rakyat kita? Sedangkan masih banyak urusan yang lebih penting daripada harus menyoroti akun instagram milik Ustadz Abdul Somad yang terkena banned.

Saya setiap hari melihat para pengemis dengan segala keterbatasannya untuk mencari sesuap nasi, banyak pemulung yang harus berpanas-panasan agar dapur tetap mengebul, dan banyak sekali pelaku usaha kecil yang mengeluh tentang susahnya mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Masih banyak orang yang mencari keadilan, menuntut hak mereka atas tanah yang dirampas oleh pemilik modal dan masih banyak lagi yang lainnya yang harus diperhatikan oleh para wakil rakyat daripada harus sibuk dengan akun medsos, RUU KUHP dan UU MD3.

Lebih penting manakah, satu orang dibandingkan dengan jutaan orang yang ada di Indonesia? Apakah karena Ustadz Abdul Somad merupakan seorang public figure? Lalu di manakah letak keadilan yang sering digembor-gemborkan ketika musim kampanye? Anggota DPR dipilih untuk menuntaskan kesenjangan, untuk mewakili aspirasi rakyat, untuk memperjuangkan suara rakyat. Bukannya malah mengurusi hal yang tidak penting seperti akun media sosial yang terkena banned. Sikap berlebihan yang tidak penting, yang sering ditampilkan oleh wakil rakyat tidak akan membawa dampak apapun bagi kehidupan rakyat Indonesia. Yang ada malah rasa muak melihat tingkah konyol yang sering dipertontonkan oleh wakil rakyat.

Kasus ektp, ujaran kebencian, hingga proyek geothermal. Harusnya wakil rakyat berfokus pada kasus yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Bukannya malah membuat pernyataan yang sama sekali tidak penting. Saya sendiri sampai bosan membaca headline pada media yang memuat tentang vicky prasetyo, rafi ahmad, dan berita-berita yang tidak penting lainnya. Media dalam hal ini juga ikut andil. Bisakah para media hanya memuat berita yang penting, yang berbobot daripada harus mempublikasikan pernyataan dan berita yang tidak penting.

Saat ini banyak sekali rakyat yang butuh perlindungan, butuh pengakuan, butuh keadilan. Seharusnya anggota dewan lebih memperjuangkan hak mereka daripada memperjuangkan hak satu orang dan itupun hanya karena masalah sepele. Dengan disahkan atau tidaknya UU MD3, tidak akan menyurutkan niat saya untuk mengungkapkan apa yang saya pikirkan. Bahkan saya juga tidak peduli jika tulisan ini mendapatkan perhatian yang serius dari yang bersangkutan. No hatespeech, no hoax, no sara. Well saya merasa apa yang saya utarakan tidak bertentangan dengan UU MD3 yang sedang kalian perjuangkan. Justru saya merasa kasihan kepada kalian, apakah kalian tidak bisa berkaca kepada diri sendiri? Akan saya bahas pada esai selanjutnya.

Indonesia, Agama, Suku dan Cinta

Indonesia, Agama, Suku dan Cinta. By Mr.A

Indonesia merupakan sebuah negara bangsa yang besar, indah, kaya dan menjadi salah satu negara bangsa kepulauan terbesar di dunia yang sungguh mempesona. Indonesia yang diapit oleh samudra pasifik dan samudra hindia merupakan negara bangsa dengan kekayaan laut yang melimpah. Indonesia yang diapit oleh benua asia dan benua australia menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia dan merupakan jalur perdagangan strategis diseluruh dunia. Indonesia yang dikelilingi oleh pegunungan dan gunung berapi menjadikan semakin melimpah ruah kekayaan alamnya. Mineral, batu bara, tambang, uranium hingga emas, banyak ditemui di wilayah Indonesia. Tidak heran jika Indonesia menjadi rebutan negara-negara lain di dunia. Indonesia juga mempunyai posisi strategis dalam posisi geopolitik dunia.

Indonesia sejak dahulu kala merupakan negara bangsa yang besar, negara bangsa yang kuat, negara bangsa yang mandiri dan negara bangsa yang berpengaruh. Terbukti dengan banyaknya kerajaan-kerajaan besar yang menguasai sebagian besar benua asia. Sedangkan rempah adalah salah satu kenapa banyak negara yang berkunjung dan akhirnya menjajah Indonesia.

Seharusnya kita sebagai rakyat Indonesia patut bangga telah lahir dan besar di Indonesia. Negara bangsa yang aman, damai, dengan sejuta pesonanya. Namun sayangnya dewasa ini negara bangsa kita seperti kehilangan jati dirinya. Banyak sekali budaya asing yang akhirnya menggeser budaya asli Indonesia. Beberapa hari yang lalu saya sempat membaca sebuah berita yang intinya kurang lebih memberitahukan bahwa ada beberapa bahasa asli Indonesia yang telah punah alias sudah tidak lagi digunakan oleh masyarakat setempat. Salah satu bahasa daerah yang punah terletak di daerah Maluku [saya lupa nama daerahnya]. Itu baru bahasa daerah, bagaimana dengan yang lainnya? Adat istiadat, tarian tradisional, pakaian tradisional dan yang lainnya.

Banyak anak muda sebagai penerus negara bangsa yang seakan lupa dengan budayanya sendiri, identitasnya sendiri, bahasa daerahnya sendiri. Padahal mereka belum tahu betapa cantik dan gagahnya busana tradisional, menggodanya musik dangdut, indahnya alunan musik tradisional. Di Australia dan Belanda ada mata pelajaran khusus tentang Indonesia. Dimulai dari bahasa Indonesia, musik tradisional Indonesia, tarian tradisional Indonesia dan tentunya batik.

Bayangkan saja betapa hebatnya pengaruh negara bangsa ini di mata negara lain. Lantas kenapa sebagian besar dari kita malah bangga berbicara menggunakan bahasa Inggris, menggunakan fashion negara-negara kapitalis hingga kecanduan musik pop maupun k-pop. Identitas negara bangsa ini semakin menunjuk ke arah yang memperihatinkan. Disaat banyak orang dari negara lain yang dengan giat mempelajari budaya Indonesia, malah banyak diantara kita yang tengah acuh terhadap budaya sendiri.

Agama, bagi saya agama adalah sesuatu yang membatasi saya agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif. Agama mengajarkan saya untuk bisa menghargai orang lain, bahkan menghargai pemeluk agama lain. Agama mengajarkan saya untuk peduli kepada sesama manusia, membantu, menghargai, gotong royong, mengasihi. Tuhan melalui agama Islam telah banyak membantu saya dalam urusan dunia. Memberikan pengertian, kesejukan, dan selalu memotivasi saya dalam urusan dunia. Agama saya memberitahukan bahwa Tuhan sangat suka kepada orang yang optimis, yakin, man jadda wa’jadda dan nilai-nilai positif yang lainnya. Agama menerangkan jika Tuhan selalu menyuruh saya untuk berusaha sekuat tenaga agar apa yang saya inginkan tercapai. Tapi agama juga menerangkan kepada saya untuk tidak putus asa jika apa yang saya inginkan tidak tercapai, karena pastilah Tuhan akan memberikan apa yang saya butuhkan, bukan apa yang saya inginkan.

Di dalam agama saya mengajarkan nilai-nilai positif guna keselamatan saya di dunia dan di akhirat. Di dalam agama saya mengajarkan untuk toleransi dan mengasihi manusia. Namun dewasa ini justru ada saja oknum yang menyebarkan nilai negatif yang mengatasnamakan agama saya, agama kalian, agama semua orang. Banyak dari pemuka agama yang justru mengajak ke perpecahan bahkan banyak pemuka agama yang berbuat asusila. Semua agama akhirnya akan terdegradasi akibat prilaku menyimpang yang dilakukan oleh para pemuka agama. Pada kenyataannya, beberapa tahun terakhir dan mungkin tahun-tahun selanjutnya akan banyak dijumpai pemuka agama yang justru mengajarkan untuk saling memusuhi. Pemuka agama yang seharusnya bisa menjadi pembimbing umat manusia agar tidak salah arah, justru membuat banyak umat kehilangan arah yang akhirnya akan membawa mereka kepada ke-agnostik-an.

Namun saya tidak terlalu ambil pusing dengan ujaran kebencian yang dilancarkan oleh para pemuka agama bahkan oleh saudara seiman saya. Saya masih tetap berkawan dengan semua orang, tidak memandang apa agama mereka. Saya masih tetap ramah kepada semua orang, saya masih tetap melempar senyum kepada semua orang, saya masih tetap berbuat baik kepada semua orang, saya masih tetap mengasihi mereka dan membantu mereka. Karena itulah yang diajarkan oleh agama saya dan yang diperintahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga agama saya menyandang agama yang Rahmatan lil’ alamin.

Sebagai orang yang terlahir dan besar sebagai orang jawa, tentu saya tidak akan melupakan ajaran para leluhur saya. Dalam budaya jawa terdapat banyak sekali perintah yang bernilai positif dan juga larangan agar manusia senatiasa merasa rendah. Tanah jawa terkenal dengan keramahannya. Ya tentu saja! Itulah kenapa sampai saat ini saya masih ramah, bahkan ramah kepada musuh saya sekalipun. Becik kethitik ala ketara, sampai saat ini saya masih yakin jika sekecil apapun kesalahan, pasti saya bisa melihatnya. Alon-alon asal kelakon, itulah yang membuat saya sabar, yang membuat saya sadar akan pentingnya manusia agar tidak tergesa-gesa dalam mengambil tindakan.

Ada satu sudut pandang yang saya terima beberapa tahun yang lalu. Kenapa orang jawa selalu membawa dan menempatkan keris pada bagian belakang pakaian tradisionalnya? Orang jawa ketika berpakain tradisional terlihat rapi, sederhana, kalem dan terlihat begitu ramah. Itulah yang menjadikan orang jawa terlihat begitu ramah di mata orang lain. Namun ketika orang lain tersebut hendak berbuat yang merugikan orang jawa, mereka telah menyediakan keris sebagai alat untuk melindungi diri. Kurang lebih seperti itu yang saya ingat.

Namun dewasa ini justru banyak sekali anak-anak daerah yang merasa jagoan, merasa hebat dengan suku yang dibawanya sehingga menimbulkan konflik sara. Mereka membual merasa hebat dengan membawa daerahnya masing-masing dan menantang siapa saja yang berseberangan dengan mereka.

Namun lagi-lagi saya tidak ambil pusing dengan fenomena tersebut. Leluhur saya mengajarkan kepada saya untuk tetap ramah kepada orang lain, kepada orang asing. Membantu mereka, menolong mereka, mengasihi mereka. Itulah yang diajarkan oleh leluhur saya. Saya tidak keberatan jika harus selalu mengalah, karena mengalah adalah salah satu sifat yang terpuji. Bahkan leluhur saya mengajarkan untuk tetap sabar dalam menghadapi persoalan. Leluhur saya mengajarkan untuk tetap tenang dan menjauhi sesuatu yang bisa menimbulkan konflik.

Apapun agamamu, apapun sukumu, apapun bahasamu, hendaknya jangan menjadikan kamu sebagai orang yang merugikan orang lain. Kita hidup di Indonesia bersama orang lain, bahkan kita hidup di Indonesia berdampingan dengan makhluk jenis lain. Hendaknya kita bisa saling menghargai, menghormati, sehingga bisa tercapai kehidupan yang baik, aman, rukun, tentram dan damai. Marilah kita buang ego kita masing-masing. Marilah kita bangun negara bangsa ini bersama-sama layaknya para pahlawan yang bersatu guna memerdekakan negara bangsa ini.

Ketahuilah, bahwa masih banyak orang baik di Indonesia. Masih banyak orang waras di Indoesia. Apa yang terjadi akhir-akhir ini jangan dijadikan alasan untuk saling membenci. Saya memohon maaf atas kelakuan saudara seiman saya, saudara sedaerah saya yang pernah menyakiti kalian semua. Saya juga memohon maaf atas kelakuan saya yang terkadang menjengkelkan sehingga menimbulkan kontra dalam setiap esai yang saya buat. Namun ketahuilah bahwa apa yang saya tulis, apa yang memancing perdebatan, semua itu saya lakukan sebagai salah satu metode agar memudahkan saya dalam membuat esai. Agar saya tahu karakter mereka yang kontra dan sebisa mungkin membenarkan logika mereka yang telah rusak.

Bijak-isme

Bijak-isme. By Mr.A

Masih tentang sosial media dan proxy war yang sedang memanas dikalangan masyarakat Indonesia. Berbagai konten yang berbau negatif juga ikut meramaikan jagad media sosial. Tidak tanggung-tanggung, cyber troops khusus dikerahkan guna menggiring opini publik. Konten yang dihasilkan pun beragam. Mulai dari berita hoax, hatespeech hingga berbagai artikel yang menjerumuskan. Cyber troops khusus ini bertugas membuat sebuah konten di mana akan mereka sebarkan melalui berbagai grup. Entah grup whatsapp, telegram, line maupun bbm. Biasanya cyber troops khusus ini mempunyai jabatan atau berada pada hirarki garis atas. Entah itu ketua, wakil ketua, ketua divisi atau bahkan yang ditugaskan sebagai penulis. Hasil dari tulisan mereka atau konten yang mereka hasilkan, nantinya akan mereka sebar ke grup mereka. Nah, para anggotanya secara tidak sadar akan membagikan konten tersebut karena dinilai “logis” bagi mereka dan sangat menguntungkan mereka guna mempengaruhi opini publik.

Secara cepat konten tersebut akan segera menyebar ke berbagai lini media sosial. Bahkan terkadang mereka sengaja mengambil sebuah video atau gambar yang kemudian akan mereka isi sendiri kontennya sesuai keinginan dan misi mereka.

Tentu kita semua sudah gerah dengan konten yang bermuatan negatif yang menyebar ke media sosial. Agama dan poilitik masih manjadi sasaran dominan guna menggiring opini publik. Kubu A melancarkan serangan ke kubu B, begitu pula sebaliknya. Sedangkan kubu C hingga Z akan terus bergerak agar tujuan mereka terlaksana. Kubu C hingga Z merasa beruntung karena propaganda yang mereka lancarkan tidak terdeteksi akibat memanasnya proxy war antara kubu A dan B. Ini yang harus kita sadari.

Banyak aktor dengan berbagai kepentingannya guna menguasai opini publik dan menguasai pemerintahan Indonesia. Namun kita sebagai netizen kadangkala tidak menyadari akan bahaya tersebut. Kita tengah sibuk dengan ujaran kebencian, sara dan politik. Padahal di luar itu, masih banyak bahaya yang mengancam kedaulatan negara kita. Sebut saja ISIS, DI/TII, Wahaboy. Mereka dengan nyaman menyebarkan propaganda. Perhatian netizen berfokus pada masalah politik. Saling adu argumen, saling serang, dlsb.

Musuh mereka bukan saja mereka yang berasal dari partai ini itu, bla bla bla. Musuh mereka atau bahkan musuh kita, juga berasal dari negara lain. Misalnya Amerika, Arab Saudi, Turki yang bermaksud memecah bangsa ini menjadi beberapa bagian yang kemudian akan mereka kuasi. Ada juga China yang sedang menginvansi bangsa ini dalam bidang ekonomi.

Disaat kita tengah sibuk dengan cekcok yang terjadi. Mereka membuat kebijakan, mengambil keputusan yang merugikan kita dan mungkin akan berdampak yang lebih parah. Beberapa RUU KUHP, Dwi Fungsi TNI, plt dari pejabat polri yang masih aktif dan beberapa keputusan kontroversial yang lainnya. Belum lagi masalah Freeport dan sumber daya alam bangsa ini yang terus aja dikuras hingga menyebabkan pencemaran limbah, menyebabkan ketegangan antara aparat dan sipil, dlsb.

Masih banyak yang perlu kita perhatikan, yang menyangkut keadaan maupun kondisi bangsa ini. Kita harus bijak dalam mencerna konten yang ada di media sosial maupun media massa yang lain. Kita perlu melihat dari berbagai sisi. Benar atau tidak berita ini, berita itu. Lalu kita harus runut ke belakang. Siapa yang menjadi penyebab atas suatu kasus. Walaupun kita orang awam, tapi kita harus bisa menganalisa sebuah kasus yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Kita harus sudah bisa menganalisa, memilah, menentukan bahkan membenarkan argumen yang salah sehingga kesalahan argumen tersebut tidak semakin meluas.

Saat ini sudah tersedia akses internet. Dengan mudah kita bisa mencari berita, jurnal maupun file yang kita butuhkan sebagai bahan untuk menganalisa. Kita juga tidak boleh menutup logika kita dengan sebuah artikel atau berita atau file yang berbenturan dengan sudut pandang kita. Harusnya kita bersyukur karena ada sudut pandang lain yang kita terima sehingga bisa menghasilkan suatu keputusan yang bijak.

Namun sayangnya masih banyak diantara kita yang enggan untuk membaca, berfikir dan melihat sudut pandang yang lain. Sebagian besar dari kit tetap kekeuh mempertahankan argumennya, bahkan dengan cara menghujat pun akan mereka lakukan agar mereka bisa menang dalam adu argumen.

Sejatinya suatu diskusi tidak akan terpaku pada menang atau kalah. Suatu diskusi bertujuan agar ada hasil akhir yang diharapkan mampu untuk memperbaiki kesalahan yang ada. Sebuah diskusi diharapkan bisa memperluas suatu sudut pandang sehingga akan tercipta sebuah arah yang sama, sebuah perspektif yang sama. Beda halnya dengan berdebat guna mencapai menang atau kalah. Debat yang menghasilkan menang dan kalah adalah sebuah kompetisi di mana para debater menyiapkan segala bahan yang dibutuhkan guna membungkam pihak lawan. Sedangkan kita? Sertifikat atau piagam tidak dapat, piala tidak dapat, uang juga tidak dapat. Lalu apa yang diharapkan dengan debat yang kita lakukan jika tidak menghasilkan apapun yang berupa materi.

Tidak ada gunanya kita bertahan dengan ego masing-masing. Yang kita butuhkan adalah kesatuan, satu tujuan, satu pemikiran, satu gerakan yang akan membawa perubahan, yang akan membawa bangsa ini ke puncak kejayaan.

Sosialisme dan Pembebasan

Sosialisme dan sebuah jalan pembebasan. By Mr.A

Bumi ini tercipta untuk semua makhluk yang ada di dalamnya. Bumi ini tercipta untuk kelangsungan semua makhluk hidup yang ada di dalamnya, tanpa terkecuali. Sejak dahulu kala manusia hidup di bumi dengan apa adanya, berbagi dan saling melengkapi. Lambat laun manusia saling membunuh demi menguasai wilayah yang lain, demi memperluas wilayah kekuasaannya. Tidak peduli berapa banyak nyawa yang hilang akibat perebutan wilayah kekuasaan, tidak peduli apa saja kehancuran yang tercipta guna memperluas wilayahnya.

Invansi demi invansi, pertempuran demi pertempuran akan dilakukan guna menguasai wilayah yang lain, demi mengambil keuntugan. Itulah yang dinamakan dengan liberalis maupun kapitalis.

Pasar bebas, hukum penawaran dan permintaan, modal sedikit namun untung banyak dan segala jenis hukum ekonomi sengaja mereka ciptakan agar manusia tidak bisa lepas dari para kapitalis. Mereka mencetak agen-agen melalui jalur pendidikan yang diharapkan dapat melanggengkan perbudakan. Sejak awal peradaban manusia, mereka bisa hidup dengan berdampingan, saling berbagi. Namun lambat laun sesama manusia saling membunuh hanya untuk sebuah kekuasaan. Suku A menguasai suku B, suku A menguasai suku C, suku D mengusai suku suku A beserta B dan C, dan seterusnya. Mereka menguasai suatu wilayah, membangun ini, itu, bla bla bla yang katanya demi ‘modernitas’. Mereka menyingkirkan manusia yang lemah, merampas tanahnya dan menjadikannya budak. Apakah itu yang dinamakan dengan manusia? Memperbudak manusia yang lainnya?. Bahkan banyak diantara kita yang memuji kapitalis, membela kapitalis. Padahal mereka tetap saja budak, mereka tetap saja sebagai jongos kapitalis. Hidup mereka berkutat “dari kapitalis dan untuk kapitalis”.

Mereka bekerja kepada kapitalis, menghasilkan uang, menggunakan uang tersebut untuk membeli atau mengangsur produk dari kapitalis. “dari kapitalis, untuk kapitalis”. Sedangkan mereka mencaci dan memandang sebelah mata sosialis. Katanya sosialis merupakan sistem yang gagal, katanya sosialis akan melahirkan kediktatoran, katanya sosialis akan membawa kemunduran. Jelas sudah bahwa semua itu hanya omong kosong yang diciptakan oleh para kapitalis agar mereka tetap berjaya. Termasuk berjaya dalam memperbudak.

Sosialis merupakan sistem ekonomi di mana kepemilikan diatur oleh negara. Siapa yang berkata bahwa sosialis akan berakhir pada kediktatoran? Bahkan bapak sosialis Karl Marx yang pernah berifikiran bahwa sosialisme akan berakhir dengan diktator proletariat, dibantah oleh filsuf lain. Itulah kenapa ada yang disebut “sosialis utopis”. Di mana ada Bung Karno dengan Nasakom-nya, Kim Il Sung dengan Juiche-nya, Hugo Chavez dengan Revolusi Sosial-nya, Fidel Castro dengan Republik Sosialis-nya.

Namun sayangnya negara kita gagal sejahtera karena Bung Karno berhasil dikudeta oleh sayap militer pimpinan Soeharto. Bahkan sampai saat ini saya masih yakin dengan Nasakom yang akan membawa negara ini kepada kemakmuran seperti halnya Cuba dan Venezuela di bawah kepemimpinan Hugo Chavez maupun Fidel Castro.

Mereka yang berkata bahwa sosialis merupakan sistem yang gagal adalah mereka yang tidak sanggup untuk jadi miskin, kehilangan budak dan kehilangan kekayaan karena apa yang mereka miliki akan diambil alih oleh negara. Bayangkan saja jika sumber daya alam dikuasi oleh negara, perusahaan asing dinasionalisasikan. Pasti masyarakat kita akan sejahtera, tidak ada lagi ketimpangan sosial. Lalu ketika pemimpin yang membawa negara ini kepada kemakmuran telah tutup usia, siapakah yang akan menggantikannya? Apakah dari kalangan keluarganya? Jika iya, itu sama saja dengan era orde baru di mana banyak kolega Soeharto yang berada di pemerintahan dan tentunya bisa memonopoli kekayaan negara. Tentu saja tidak! Coba saja lihat Cuba setelah wafatnya Fidel Castro yang digantikan oleh Raul Castro, adiknya sendiri. Apakah Cuba masih tetap dengan sosialisnya? Tidak! Justru di bawah kepemimpinan Raul, Cuba menjadi negara yang terbuka bagi kapitalis.

Bung Karno telah mempersiapkan calon penerusnya ketika Bung Karno tutup usia kelak. Yaitu antara Jenderal Ahmad Yani atau D.N Aidit. Bung Karno tidak memilih anaknya sebagai penerus, karena Bung Karno paham, anak-anaknya belum cukup berkompeten dan berpeluang untuk disusupkan paham kapitalis.

Sosialis yang akan berakhir dengan kediktatoran hanya bualan belaka. Pemimpin sosialis tentu akan memilih calon pengganti sesuai dengan paham yang ia anut sehingga bisa meneruskan warisannya dan wasiatnya untuk mensejahterakan rakyat.

Andai saja waktu itu Bung Karno tidak dikudeta oleh Soeharto, pastilah negara ini akan makmur, disegani oleh negara lain, harga diri bangsa masih tetap kinclong tidak ternoda.

Sosialisme merupakan sebuah jalan untuk menumpas perbudakan, untuk menghentikan langkah para pemilik modal. Sosialisme merupakan jalan yang diinginkan dan dipilih oleh Bung Karno melalui Nasakom-nya di mana Bung Karno menginginkan kaum Marhaean bisa hidup sejahtera tanpa perlu cemas tanahnya akan diambil, rumahnya akan digusur bahkan nyawanya akan hilang.

Sosialisme merupakan sebuah jalan menuju pembebasan, di mana tidak ada lagi budak, orang yang dirugikan, tanah yang dirampas. Dengan sosialisme semua elemen masyarakat bisa saling berbaur tanpa ada rasa canggung karena jabatan, bisa saling membantu dan berbagi tanpa ada batasan dan tentunya berbagi “rasa” dan membagi “rata” atas apa yang telah dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

[Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. By Mr.A]

Banyak orang menafasirkan tentang adil dengan berbeda-beda. Namun bagi saya adil merupakan sebuah kepuasan yang tidak dapat dinilai oleh materi. Adapula yang berkata bahwa adil yaitu sama rata, rata dalam pembagian apapun. Kemanusiaan yang adil berarti sifat-sifat luhur manusia dalam mengambil keputusan yang mencakup hajat hidup orang lain. Sebuah keputusan yang adil terutama dalam hukum haruslah melihat segala aspek guna pengambilan keputusan yang menghasilkan “adil”. Beradab berati yang sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku. Kemanusiaan yang beradab berarti sifat-sifat dasar manusia yang bernilai positif, sifat baik yang mencakup tindakan maupun tingkah laku dan tutur bahasa kita.

Hemat saya, kemanusiaan yang adil dan beradab yaitu sifat-sifat manusia yang mampu menghasilkan keselarasan, saling hormat menghormati, dan tentunya berlaku “adil” sesuai dengan berbagai pertimbangan sehingga dapat mencapai sebuah kepuasan batin. Namun sayangnya praktek yang terjadi pada abad ke 21 ini justru memperlihatkan hal yang sebaliknya.

Sifat para penegak hukum di negara kita justru memperlihatkan keadaan yang berat sebelah di mana ada sebuah kecondongan terhadap individu yang dinilai bisa menguntungkan mereka atau individu yang dengan sengaja memberi “untung” kepada para penegak hukum. Terlebih jika melihat para anggota dewan di senayan maupun di daerah-daerah. Ketika rapat paripurna kadangkala menimbulkan sikap yang tidak beradab [ricuh, red] dikalangan anggota dewan.

Hal yang sama juga terjadi pada para anggota keamanan atau “personal” yang berada di instansi keamanan negara. Berbagai tindakan represif kerap dipertontonkan guna menegaskan keeksisan pihak keamanan. Terkadang perilaku brutal para aparat membuat miris orang yang melihatnya. Bagaimana bisa pihak yang seharusnya mengayomi dan melindungi sipil, justru memperlihatkan kelakuan yang tidak beradab [kekerasan, red]. Perilaku yang tidak beradab dari pihak keamanan bukan hanya terjadi pada saat demo, tapi juga pada saat mereka melakukan tugas yang sejatinya berada pada kepentingan para kapitalis.

Penculikan, pemerkosaan, pembunuhan dlsb. Tentu semua itu merupakan sifat atau sikap yang sama sekali tidak “beradab”. Bahkan bukan hal yang rahasia lagi jika para politikus, pihak keamanan, orang pemerintahan, tokoh masyarakat, tokoh agama, melakukan hal yang tidak beradab [asusila, misalnya]. Para orang yang berada di seluruh instansi pemerintahan nyatanya seringkali berlaku yang tidak adil. Ada satu kasus yang terjadi di depan mata saya sendiri. Ketika itu ada razia lalu lintas di mana semua pengendara sepeda motor diberhentikan untuk diperiksa kelengkapan dokumennya. Tepat seorang pria paruh baya di depan saya mendapat giliran untuk diperiksa dokumennya dan dia berkata “Pak X, saya langsung saja ya, buru-buru soalnya”. Kemudian polisi lalu lintas menjawab “oh iya, monggo-monggo”. Ternyata pria paruh baya dan polisi lalu lintas tersebut saling kenal dan yang saya dengar, mereka merupakan tetangga.

Sungguh sesuatu yang teramat memalukan. Mentang-mentang mereka saling kenal, pria tersebut tidak diperiksa dokumennya, sedangkan pengendara yang lain diperiksa dokumennya. Bagaimana “jika” motor dari pria tersebut merupakan motor yang ia beli dari oknum hasil pencurian? Tentu hal itu sangat mencoreng instansi kepolisian. Satu kasus yang saya sajikan bukan lagi sebuah rahasia, namun sudah bersifat umum. Tentu saya yang berada persis di belakang pria tersebut beranggapan bahwa polisi tersebut tidak berlaku adil dan mengabaikan norma maupun kaidah yang berlaku.

Jika kita melihat fenomena orang jaman sekarang, kita patut miris karena kebanyakan dari mereka sama sekali berkurang adabnya ketika sedang bersosial. Misalnya saja ada orang yang kentut dengan sembarangan disaat ada orang lain sedang menikmati makanan. Atau ada salah satu teman kita yang kentut sembarangan di tempat umum. Walau kita sebagai teman merasa biasa saja akan hal tersebut, tapi tidak dengan orang lain. Orang lain tentu akan merasa risih dan mungkin saja dalam hatinya berkata “dasar wong edan, tidak punya sopan santun. Kentut kok sembarangan!”. Hal yang mungkin sederhana saja kita kadang tidak melihat atau menerapkan norma sosial.

Kemanusiaan yang adil dan beradab tidak hanya berlaku untuk orang tertentu, tapi kepada semua masyarakat Indonesia. Saat ini banyak sekali orang yang tidak mengimplementasikan makna yang ada pada Pancasila terutama pada sila kedua. Hal tersebut bisa dilihat dengan maraknya hatespeech, bullying, persekusi, dll. Perilaku yang mementingkan golongannya sendiri hingga mencemooh golongan lain masif terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Hal ini menunjukkan betapa banyak dari kita yang miskin akan “adab” terutama dalam urusan sosial. Tanpa adanya sebuah kesadaran dan ajakan untuk hidup yang lebih baik, rasanya sangat sulit untuk membuat bangsa ini tetap kokoh berdiri. Dengan semakin banyaknya tindakan yang tidak “beradab” yang dilakukan oleh sebagian besar dari kita akan membuat negara kapitalis tertawa terbahak-bahak melihat menurunnya kualitas bersosial kita.

Faktanya banyak dari kita yang tidak memahami setiap butir makna yang ada pada Pancasila. Mereka tetap bertahan dengan egonya masing-masing sesuai apa yang cocok pada diri mereka sendiri. Tidak peduli dengan orang lain, yang penting, selagi itu menguntungkan bagi mereka maupun kelompok mereka, maka mereka akan terus melakukan hal tersebut.

Logika Rusak

[Logika Rusak. By Mr.A]

Ketika semua orang mendadak ikut berpolitik dan mempunyai jagoannya masing-masing. Disaat itu pula akan ada banyak orang [goblok, maaf] yang akan menampakkan ke-goblok-annya sendiri. Faktanya sebagian besar pendukung dari Prabowo Subianto dan Joko Widodo semakin hari, semakin terlihat goblok. Bagiamana tidak, sikap fanatisme kepada kedua kandidat tersebut nyatanya sudah merusak logika mereka. Saya mulai dari pendukung kubu Prabowo Subianto.

Ketika nomor urut partai pada ajang pilpres 2019 mendatang telah diumumkan, mereka dengan konyolnya langsung membuat status, ngetwitt dan memposting yang intinya menyuruh kepada semua pendukung Prabowo untuk memilih Gerindra dan PKS. Mereka semua kompak membuat status yang sama di media sosial. Dengan segala alibi, ayat, hadist dan semua yang berkaitan dengan agama, mereka pakai untuk mengkampanyekan Gerindra dan PKS.

Sikap yang sama juga terjadi kepada para pendukung Joko Widodo. Dalam sebuah screenshoot yang saya ambil, menunjukan betapa “goblok-nya” mereka semua. Mereka membuat postingan yang intinya menyuruh untuk memilih PDIP. Bahkan saya sempat naik darah ketika ada gambar Bung Karno pada poster PDIP yang mereka [Jokower] buat. Sedangkan kita semua tahu bahwa PDIP hanya sebatas slogan “marhaen” tanpa pembuktian yang nyata, semua itu hanya kepentingan politik. Lalu pada screenshoot selanjutnya menunjukan tentang bantahan kubu Jokowi kepada kubu Prabowo masalah “ganjil dan genap”. Pada screenshoot yang saya ambil menunjukan bahwa nomor 4 [Golkar] tidak dicoret. Padahal kita semua tahu bahwa golkar merupakan cikal bakal dari orde baru yang menyengsarakan rakyat Indonesia. Apakah karena Golkar sudah berada pada kubu Jokowi? Jika itu alasannya, GOBLOK! kasus e-ktp jelas-jelas berada pada Golkar melalui Setya Novanto. Sungguh miris melihat logika mereka yang telah rusak.

Kubu Prabowo maupun Jokowi [pendukungnya, red], sama-sama goblok. Untuk apa mereka mengkampanyekan Gerindra, PKS dan PDIP? Apa yang mereka dapat? Kepuasan? Jika nantinya Gerindra, PKS dan PDIP menjadi pemenang dan menyengsarakan rakyat miskin dan maupun sebagian rakyat Indonesia, apakah mereka berani untuk bertanggung jawab? Apakah mereka berani mengakui kesalahan mereka?. Yang perlu diingat, ini merupakan politik, ajang perebutan kekuasaan. Semua mempunyai kepentingan, kawan bisa jadi lawan, lawan bisa jadi kawan. Tidak ada yang abadi dalam perpolitikan. Lalu apa gunanya mereka terus saja mengkampanyekan ketiga partai tersebut.

Faktanya fanatisme memang bisa membuat orang gila, rusak logikanya. Segala sesuatu yang baik yang berhubungan dengan idola mereka, harus mereka blow up, puji, kagumi. Segala sesuatu yang merendahkan ida mereka, harus mereka serang, mereka membela mati-matian idol mereka masing-masing. Sedangkan sesuatu yang cacat dari idola mereka, mereka tutupi bahkan tidak dibahas sedikitpun. Apakah yang menyebabkan semua itu? Fanatisme! Mereka buta terhadap rakyat miskin yang dirugikan oleh program/kebijakan dari idola mereka. Padahal, belum tentu idola mereka akan memberikan mereka uang, makanan atau jaminan karena telah mendukung dan melindungi sang idola.

Ajang perebutan kekuasaan 2019 mendatang, merupakan ajang yang menyangkut hajat seluruh rakyat Indonesia, masa depan negara, kedaulatan negara dan harga diri bangsa. Bayangkan saja jika mereka mengkampanyekan ketiga partai tersebut tetapi ketika salah satu dari ketiga partai tersebut menang, malah membuat harga diri bangsa ini tidak ada artinya lagi! Apakah para pendukung dari ketiga partai tersebut berani untuk bertanggung jawab? Tidak! Mereka semua pengecut. Mereka hanya sanggup membual tanpa sanggup untuk berfikir! Pantas saja sumber daya manusia negara ini rendah kualitasnya, pantas saja semakin banyak moral anak bangsa yang rusak dan semakin banyak anak bangsa yang cacat logikanya.

Ketika saya mengkritik Prabowo, pendukung Prabowo.menyerang saya. Ketika saya mengkritik Jokowi, pendukung Jokowi menyerang saya. Mereka beranggapan bahwa saya membenci kedua orang tersebut, barisan sakit hati, bla bla bla. Padahal itu merupakan hak saya yang tinggal di negara demokrasi. Tapi ketika DPR mengesahkan UU MD3, mereka bilang bahwa negara ini bukan lagi negara demokrasi. Padahal apa yang mereka lakukan kepada saya, sama halnya dengan mematikan demokrasi, membungkam suara saya. Lalu apa bedanya antara pendukung Prabowo maupun Jokowi? Apa bedanya pendukung kedua kandidat tersebut dengan orde baru yang membungkam suara rakyat, yang mengintimidasi kelompok yang membahayakan bagi mereka.

Faktanya memang mereka GOBLOK dan RUSAK logikanya.

Manusia dan Persepktif

[Manusia dan Perspektif. By Mr.A]

Apakah manusia itu baik? Apa yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain? Lalu, pandangan seperti apakah yang dilihat oleh makhluk lain kepada manusia? Saya akan coba untuk membahasnya melalui esai sederhana ini.

Apakah manusia itu baik? Manusia bisa bernilai baik dan buruk, tapi tidak ada seorangpun yang sepenuhnya baik atau sepenuhnya buruk. Sedangkan baik dan buruk merupakan “perspektif”. Apa yang menurutmu baik, belum tentu menurut orang lain juga baik. Apa yang menurutmu buruk, belum tentu buruk di mata orang lain. Saya beri satu contoh: katakanlah si A setiap hari memberikan uang kepada salah satu fakir miskin atau katakanlah “sebatang kara”. Si A melakukan itu atas dasar kemanusiaan, sehingga apa yang diperbuatnya menurutnya adalah perbuatan yang baik.

Tapi si B memandang apa yang dilakukan oleh si A adalah sesuatu yang buruk. Si B mempunyai pandangan: bagaimana bisa si A setiap hari memberikan uang ke fakir miskin tersebut? Perbuatan si A dinilai akan membuat si fakir miskin akan terus menggantungkan hidupnya pada belas kasihan orang lain. Si B berpandangan bahwa si fakir akan menjadi orang yang malas untuk mencari uang demi kebutuhan hidupnya.

Dari kasus satu yang saya sajikan di atas, saya ingin mengajak para pembaca agar lebih bijak dalam menilai sesuatu. Hendaknya kita melihat dari berbagai sudut pandang agar dapat menghasilkan “pengambilan keputusan” yang baik. Terlebih jika melihat panasnya suasana politik saat ini. Kita sebagai manusia yang diberikan akal, hendaknya agar lebih bijak, arif, jangan sampai kita menghujat hanya karena berbeda pandangan. Justru dengan berbeda pandangan, kita dapat melihat sudut pandang lain dan hal tersebut harusnya bisa membuat kita semua lebih terbuka dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.

Apa yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain? Semua orang menjawab bahwa yang membedakannya ialah akal. Tapi nyatanya setiap makhluk mempunyai akalnya masing-masing. Manusia bisa membuat gedung bertingkat, bangunan mewah, dll. Apakah hewan juga bisa membuat gedung bertingkat, dll jika hewan juga mempunyai akal? Jawabannya: buat apa?. Buat apa hewan membuat gedung bertingkat? Hewan membuat “rumahnya” sendiri sesuai kebutuhannya, itu sudah lebih dari cukup. Saya pernah membaca argumen dari orang lain ketika saya mengangkat tema ini. Dia berkata bahawa manusia bisa membuat gedung, menguasai sanis dan teknologi, dll. Sedangkan hewan tidaklah bisa. Kembali ke jawaban saya tadi, buat apa? Buat apa hewan mengikuti manusia? Toh hewan dan manusia merupakan jenis yang berbeda.

Kucing ketika buang air besar, selalu menutupi kotorannya dengan tanah. Semut membuat sarang anti.banjir, burung membuat sangkar di mana saja, dll. Itu merupakan bukti bahwa hewan juga mempunyai akal. Tergantung kapasitas, tujuan dan kuantitasnya untuk apa. Contoh kasus dua yang saya sajikan menunjukan bahwa setiap makhluk hidup mempunyai akalnya masing-masing dan kita tidak perlu merasa gengsi ketika perilaku manusia terkadang lebih rendah ketimbang hewan. Nyatanya manusia diberikan akal oleh Tuhan tapi digunakan untuk memusuhi manusia yang lain, membunuh manusia yang lain. Faktanya perang membuahkan korban jiwa, senjata digunakan untuk membunuh manusia, teknologi diciptakan untuk membunuh manusia. Lalu untuk apa Tuhan memberikan akal kepada manusia jika akal tersebut digunakan untuk membunuh sesama makhluk ciptaanNYA.

Pandangan seperti apa yang dilihat oleh makhluk lain terhadap manusia? Manusia memandang makhluk lain dengan pandangan “aneh” dan mungkin “sangat rendah” ketimbang manusia itu sendiri. Tapi faktanya perspektif “aneh” juga akan timbul dikalangan hewan. Bisa saja hewan menganggap manusia adalah makhluk yang aneh, lemah dan tidak lebih baik daripada hewan. Alien juga bisa berpendapat demikian, bahwa manusia merupakan makhluk yang aneh karena berbeda dengan mereka [alien]. Perspektif demikian bisa terjadi. Bayangkan saja jika antara manusia-hewan-alien sanggup untuk mengobrol atau katakanlah mempunyai bahasa yang sama. Pasti semua itu akan menimbulkan cekcok, hinaan, bahkan saling bunuh karena dianggap saling merendahkan. Saya berfikir kenapa kita tidak bisa berbicara dengan hewan maupun alien, adalah dikarenakan untuk menjaga eksistensi “kedamaian” semua makhluk.

Contoh kasus tiga yang saya sajikan lagi-lagi merupakan sebuah persepktif. Di mana kita harus mempunyai pikiran yang luas dan lugas agar kita bisa menjadi manusia yang sesungguhnya.

Manusia berkoloni dengan manusia, hewan berkoloni dengan hewan, alien berkoloni dengan alien bahkan mungkin saja robot akan berkoloni dengan robot jika para robot bisa memberontak terhadap manusia yang telah menciptakan para robot.

Dalam esai yang saya buat dengan sesederhana mungkin ini, bertujuan agar kita semua mempunyai pemikiran yang luas, tidak gampang mencaci dan tentunya agar keharmonisan sesama penghuni bumi dan alam semesta tetap terjaga yang diharapkan mampu membawa kedamaian di mana pun makhluk tersebut berada.

Orang Gila dan Politik Identitas

[Orang Gila dan Politik Identitas. By Mr.A]

Akhir-akhir ini marak dengan orang gila ‘yang katanya’ melakukan penyerangan ataupun kekerasan. Entah kepada orang lain, tokoh agama maupun atribut dan tempat ibadah. Semua orang seakan dibuat bingung dengan kemunculan sosok ‘orang gila’ tersebut. Pada esai kali ini saya ingin mengajak para pembaca untuk melihat fenomena ‘orang gila’ sebagai salah satu dari politik identitas yang terjadi saat ini.

Jika kita runut ke belakang tentang kekerasan yang dilakukan oleh ‘orang gila’, ada pola, objek dan sasaran yang sama. Pola tersebut terjadi [jika saya boleh berasumsi] ketika ada sebuah hal penting yang tidak boleh diketahui oleh banyak orang. Yaitu sebagai pengalihan isu. Kenapa saya berkata sebagai pengalihan isu? Kemarin, tanpa ada angin badai, tiba-tiba DPR mengesahkan UU MD3 yang intinya, siapapun yang mengkritik anggota DPR maka ia dapat dipidanakan. Satu contoh pengalihan isu tersebut mengingatkan saya tentang ‘bom panci’ maupun ‘pengeboman’ lain. Seperti halnya saat peristiwa bom di Sarinah. Padahal saat itu adalah babak menentukan apakah PT. Freeport akan mendapatkan perpanjangan kontrak atau tidak. Begitu pula dengan kenaikan harga bahan bakar. Kita semua dibuat riuh sehingga kita tidak dapat melihat atau mengetahui tentang kebijakan apa yang sedang dibahas atau yang sedang terjadi maupun yang akan terjadi.

Sedangkan objek dan sasaran dari ‘orang gila’ adalah para pemuka agama, tempat ibadah. Di Aceh, ada orang yang melakukan tindak kekerasan kepada Imam ketika waktu sholat ashar. Di jogja, ada pemuda yang menyerang sebuah gereja dan pasturnya ketika sedang melakukan misa. Dan yang terakhir di Tuban, kaca sebuah masjid pecah karena terkena lemparan batu yang diduga dilakukan oleh ‘orang gila’. Pola, objek dan sasaran mengarah ke “agama” yang sedang memanas sejak kasus Ahok terjadi.

Coba kalian bayangkan, apakah “logis” ada ‘orang gila’ yang menyerang tempat dan tokoh agama? Kejadian itu bukan sekali dua kali, tapi terjadi berkali-kali. Jika memang penyerangan tersebut adalah ‘orang gila’, kenapa yang menjadi sasaran adalah “agama” ?? Kenapa tidak menyasar orang lain? Tempat lain? Apakah semua ini hanya kebetulan? Ataukah memang settingan? Itu yang harus kita gali.

Ada beberapa esai yang pernah saya buat tentang kekerasan yang terjadi pada masa orde baru. Penyebabnya, masalah agama. Seharusnya kita sebagai masyarakat Indonesia harus lebih teliti dan bijak dalam melihat berbagai persoalan yang terjadi. Terlebih, persoalan tersebut juga pernah terjadi pada masa yang lalu, tepatnya ketika masa orde baru di mana “agama” maupun “tokoh agama” menjadi sasaran permainan elit politik dan intelejen. Tragedi Ambon, Banyuwangi, Situbondo, Poso, dll. Beberapa peristiwa di masa lampau tersebut seharusnya bisa membuat kita sadar bahwa “sejarah kelam” yang sama sedang berulang.

Radikalisme, terorisme, intoleran, isu PKI, semuanya terjadi secara bertahap. Maksudnya: ketika isu A tidak berhasil, mereka memainkan isu B. Ketika isu B tidak berhasil, mereka memainkan isu C. Dan seterusnya hingga isu tersebut berhasil membuat distabilitas terhadap negara.

Tidak bisa dipungkiri bahwa apa yang sedang terjadi di negara kita adalah permainan intelijen dan elit politik. Apapun, siapapun, dan bagaimanapun, intilijen akan memainkan isu guna menggoyang stabilitas negara koyah, membuat pemerintahan kacau. Jika saya boleh berkata: semua ini terjadi karena masih banyak antek orde baru yang berada di pemerintahan. 20 tahun reformasi bukannya menghasilkan suatu perubahan, justru malah semakin kacau. Permainan elit politik dan intelejen semakin hari semakin mengkhawatirkan. Orang-orang awam yang tidak bisa membaca situasi dan tidak mau belajar dari sejarah akan ikut terseret ke dalam arus yang sengaja diciptakan untuk membuat negara ini kacau.

Kita bisa melihat kesemerawutan yang terjadi di negara kita saat ini sebagai buah dari benih yang ditanam belasan tahun yang lalu di mana rezim sebelumnya sengaja memelihara benih-benih teroris yang akan menampakkan taringnya ketika keadaan benar-benar sudah siap [baca: kekacauan]. Tentu kita semua tidak ingin negara kita menjadi seperti negara-negara di timur tengah. Tentu kita semua tidak menginginkan negara kita terjadi civil war.

Maka dari itu kita semua harus sadar, kita semua harus mempererat hubungan sosial kita. Sehingga upaya adu domba yang dilancarkan oleh intelejen akan berakhir dengan kegagalan. Jika kalian mempunyai saudara atau teman yang terindikasi dengan terorisme, buatlah mereka sadar. Lakukan pendekatan secara perlahan dan bertahap. Buatlah metode sesederhana mungkin agar otak mereka bisa mencerna apa yang kita lakukan. Jika kalian masih bingung bagaimana cara melakukannya? Buatlah esai sederhana seperti yang saya lakuan. Jika kalian tidak bisa membuat esai, buatlah dialog sederhana. Dialog sederhana tersebut bisa dimulai dari secangkir kopi, beberapa batang rokok dan suasana yang santai. Seperti ketika kalian sedang berkomunikasi dengan kawan sepermainan maupun dengan pacar. Jika kalian tidak punya pacar, sabar. Mungkin pacar kalian belum dilahirkan :v