Pedagang dan Negara

Membangun sebuah negara yang besar, bukan hanya masalah Presiden, Gubernur, Bupati, Wali kota, bahkan ketua RT. Membangun sebuah negara yang besar membutuhkan peran dari semua elemen masyarakat. Untuk menjadi salah satu elemen yang berperan dalam mambangun negara, tentunya harus mempunyai tingkat intelektualitas. ‘intelektualitas’ yang saya maskud di sini, bukan hanya perkara tingginya tingkat pendidikan, tapi kemauan untuk membangun daya intelek itu sendiri, bisa dimulai dari level yang paling sederhana. Contohnya para pelaku UMKM, semua, besar atau kecil pelaku usaha tersebut. Mungkin sebagian orang menganggap remeh profesi seorang pelaku usaha. Contohnya ‘kecilnya’ anak dari Jokowi. Kubu seberang sana menganggap owner Markobar dan Sang Pisang, tidak mempunyai bakat untuk membangun sebuah negara. Jika kita melihat dari segi universal, tentunya pelaku usaha mempunyai peran besar dalam meminimalkan angka pengangguran. Namun saya ajak pembaca untuk melihat secara spesifik.

Pelaku usaha mempunyai kemampuan diplomasi yang tinggi, terutama dalam menggaet calon konsumen. Public speaking atau public relation yang mereka bangun, nyatanya sanggup untuk mempengaruhi orang lain agar tertarik dengan produk yang mereka hasilkan. Tentunya kemampuan diplomasi ini dapat menjadi salah satu mesin penggerak dalam membangun sebuah negara. Output dari asimilasi yang mereka (pelaku UMKM) susun, rancang, dan diimplementasikan, tentunya bertujuan untuk membangun emitmen yang mereka miliki. Pelaku UMKM tentunya juga seorang yang defensif, terutama dalam menjaga nama emiten mereka. Begitu juga dengan karyawan yang mereka miliki. Mereka harus menanamkan sikap demagogi agar market share yang mereka miliki, bisa semakin luas. Marketing yang mempunyai keahlian mmempengaruhi (demagogi) calon konsumen juga menjadi salah satu mesin penggerak untuk membangun sebuah negara yang besar. Bahkan, Bung Karno sifat demagogi-nya sangat besar. Bung Karno sanggup mempengaruhi pimpinan blok timur dan barat untuk mendapatkan apa yang Indonesia butuhkan. Pangan, dana, hingga alutista, nyatanya sanggup didapatkan oleh Bung Karno berkat bakat mempengaruhi yang beliau miliki.

Tidak elok jika kita mencibir seorang Tukang Kayu yang menjadi Presiden. Saya bukan pendukung Jokowi, bukan juga sedang membela Jokowi. Nyatanya diplomasi yang diperagakan oleh Tukang Kayu, mampu membuat banyak negara kagum dan terpikat. Saya berkata seperti ini bukan sedang memuji diri saya sendiri yang kebetulan sebagai pelaku UMKM. Ini nyata, pelaku UMKM pun, sanggup untuk berdiplomasi.

Einstein pernah berkata, “Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil, tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna.” Para pelaku UMKM dikatakan menjadi manusia yang berhasil karena mempunyai perusahaan yang besar, maju, sukses. Tapi di sisi lain, pelaku UMKM juga berguna bagi negara. Yaitu dengan membayar PPh, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tentunya kalian semua juga berguna bagi negara dengan membuka perpustakaan gratis, menjadi guru secara sukarela, dan hal berguna yang lainnya. Namun acapkali sebagian masyarakat Indonesia tidak menghargai bahkan mencibir ‘kegunaan’ kita untuk negara.

Contoh kecilnya saya sendiri. Saya tidak bermaksud untuk sombong atau semacamnya. Ada segelintir orang yang menyerang saya dengan kalimat, “kelaurlah ke dunia nyata, jangan di dunia maya terus. Bisanya hanya protes, mengkritik. Tidak ada aksi, hanya bisa berstatment di dunia maya. Kontribusimu apa untuk negara, bla bla bla.” Beraneka ragam cibiran yang saya terima. Namun sedikitpun saya tidak merasa dendam atau merasa direndahkan. Sesekali batin saya berkata, “boleh tidak ya, saya paparkan kontribusi saya untuk negara?” Namun beberapa detik kemudian, saya mengurungkan niiat saya untuk memaparkan.

Saya tidak butuh apresiasi, saya tidak butuh komisi, saya tidak butuh penghormatan, saya tidak butuh jabatan, saya tidak butuh apapun yang berkaitan dengan materialisme. Melihat orang lain memberikan jempol dan applause pada esai yang saya buat pun, saya sudah merasa menjadi orang yang berguna. Bahkan ada beberapa orang yang mengirimkan pesan ke akun saya untuk memberi beberapa imbalan berupa uang, cindera mata, saya menolak. Ini saya sedang tidak berdusta. Saya bersumpah atas nama Tuhan, setan, iblis, dajjal, saya tidak sedang berdusta. Saya menolak berbagai imbalan yang datang dengan penolakan yang halus. Saya bilang, “ucapan terima kasih pun, saya sudah senang.” Saya berkata seperti itu kepada mereka yang berniat memberi saya hadiah.

Makanya, saya lumayan risih dengan orang yang mempertanyakan “apa kontribuasi saya untuk negara” seperti di atas. Seolah mereka sudah lebih baik daripada saya, seolah mereka lebih berguna dari saya.

Seperti yang saya sebutkan di atas, bahwa hal yang sederhana pun, bisa menjadi ‘mesin penggerak’ untuk membangun negara yang besar. Kita ini jumlahnya sudah ¼ miliar jiwa, sumber daya negara ini begitu melimpah. Harusnya dengan jumlah penduduk yang banyak, banyak pula pola pikir yang bisa dijadikan untuk membangun negara kita.