Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

[Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. By Mr.A]

Banyak orang menafasirkan tentang adil dengan berbeda-beda. Namun bagi saya adil merupakan sebuah kepuasan yang tidak dapat dinilai oleh materi. Adapula yang berkata bahwa adil yaitu sama rata, rata dalam pembagian apapun. Kemanusiaan yang adil berarti sifat-sifat luhur manusia dalam mengambil keputusan yang mencakup hajat hidup orang lain. Sebuah keputusan yang adil terutama dalam hukum haruslah melihat segala aspek guna pengambilan keputusan yang menghasilkan “adil”. Beradab berati yang sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku. Kemanusiaan yang beradab berarti sifat-sifat dasar manusia yang bernilai positif, sifat baik yang mencakup tindakan maupun tingkah laku dan tutur bahasa kita.

Hemat saya, kemanusiaan yang adil dan beradab yaitu sifat-sifat manusia yang mampu menghasilkan keselarasan, saling hormat menghormati, dan tentunya berlaku “adil” sesuai dengan berbagai pertimbangan sehingga dapat mencapai sebuah kepuasan batin. Namun sayangnya praktek yang terjadi pada abad ke 21 ini justru memperlihatkan hal yang sebaliknya.

Sifat para penegak hukum di negara kita justru memperlihatkan keadaan yang berat sebelah di mana ada sebuah kecondongan terhadap individu yang dinilai bisa menguntungkan mereka atau individu yang dengan sengaja memberi “untung” kepada para penegak hukum. Terlebih jika melihat para anggota dewan di senayan maupun di daerah-daerah. Ketika rapat paripurna kadangkala menimbulkan sikap yang tidak beradab [ricuh, red] dikalangan anggota dewan.

Hal yang sama juga terjadi pada para anggota keamanan atau “personal” yang berada di instansi keamanan negara. Berbagai tindakan represif kerap dipertontonkan guna menegaskan keeksisan pihak keamanan. Terkadang perilaku brutal para aparat membuat miris orang yang melihatnya. Bagaimana bisa pihak yang seharusnya mengayomi dan melindungi sipil, justru memperlihatkan kelakuan yang tidak beradab [kekerasan, red]. Perilaku yang tidak beradab dari pihak keamanan bukan hanya terjadi pada saat demo, tapi juga pada saat mereka melakukan tugas yang sejatinya berada pada kepentingan para kapitalis.

Penculikan, pemerkosaan, pembunuhan dlsb. Tentu semua itu merupakan sifat atau sikap yang sama sekali tidak “beradab”. Bahkan bukan hal yang rahasia lagi jika para politikus, pihak keamanan, orang pemerintahan, tokoh masyarakat, tokoh agama, melakukan hal yang tidak beradab [asusila, misalnya]. Para orang yang berada di seluruh instansi pemerintahan nyatanya seringkali berlaku yang tidak adil. Ada satu kasus yang terjadi di depan mata saya sendiri. Ketika itu ada razia lalu lintas di mana semua pengendara sepeda motor diberhentikan untuk diperiksa kelengkapan dokumennya. Tepat seorang pria paruh baya di depan saya mendapat giliran untuk diperiksa dokumennya dan dia berkata “Pak X, saya langsung saja ya, buru-buru soalnya”. Kemudian polisi lalu lintas menjawab “oh iya, monggo-monggo”. Ternyata pria paruh baya dan polisi lalu lintas tersebut saling kenal dan yang saya dengar, mereka merupakan tetangga.

Sungguh sesuatu yang teramat memalukan. Mentang-mentang mereka saling kenal, pria tersebut tidak diperiksa dokumennya, sedangkan pengendara yang lain diperiksa dokumennya. Bagaimana “jika” motor dari pria tersebut merupakan motor yang ia beli dari oknum hasil pencurian? Tentu hal itu sangat mencoreng instansi kepolisian. Satu kasus yang saya sajikan bukan lagi sebuah rahasia, namun sudah bersifat umum. Tentu saya yang berada persis di belakang pria tersebut beranggapan bahwa polisi tersebut tidak berlaku adil dan mengabaikan norma maupun kaidah yang berlaku.

Jika kita melihat fenomena orang jaman sekarang, kita patut miris karena kebanyakan dari mereka sama sekali berkurang adabnya ketika sedang bersosial. Misalnya saja ada orang yang kentut dengan sembarangan disaat ada orang lain sedang menikmati makanan. Atau ada salah satu teman kita yang kentut sembarangan di tempat umum. Walau kita sebagai teman merasa biasa saja akan hal tersebut, tapi tidak dengan orang lain. Orang lain tentu akan merasa risih dan mungkin saja dalam hatinya berkata “dasar wong edan, tidak punya sopan santun. Kentut kok sembarangan!”. Hal yang mungkin sederhana saja kita kadang tidak melihat atau menerapkan norma sosial.

Kemanusiaan yang adil dan beradab tidak hanya berlaku untuk orang tertentu, tapi kepada semua masyarakat Indonesia. Saat ini banyak sekali orang yang tidak mengimplementasikan makna yang ada pada Pancasila terutama pada sila kedua. Hal tersebut bisa dilihat dengan maraknya hatespeech, bullying, persekusi, dll. Perilaku yang mementingkan golongannya sendiri hingga mencemooh golongan lain masif terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Hal ini menunjukkan betapa banyak dari kita yang miskin akan “adab” terutama dalam urusan sosial. Tanpa adanya sebuah kesadaran dan ajakan untuk hidup yang lebih baik, rasanya sangat sulit untuk membuat bangsa ini tetap kokoh berdiri. Dengan semakin banyaknya tindakan yang tidak “beradab” yang dilakukan oleh sebagian besar dari kita akan membuat negara kapitalis tertawa terbahak-bahak melihat menurunnya kualitas bersosial kita.

Faktanya banyak dari kita yang tidak memahami setiap butir makna yang ada pada Pancasila. Mereka tetap bertahan dengan egonya masing-masing sesuai apa yang cocok pada diri mereka sendiri. Tidak peduli dengan orang lain, yang penting, selagi itu menguntungkan bagi mereka maupun kelompok mereka, maka mereka akan terus melakukan hal tersebut.

Leave a comment